Selama ini laporan masyarakat yang selalu ditindaklanjuti Polri mencapai ribuan laporan setiap tahun, salah satunya juga dilaporkan melalui Kompolnas, selain melalui Komnas HAM, Div Propam Polri dan DPR RI.
Ribuan dugaan tindak pidana yang dilakukan oknum anggota Polri berpangkat tamtama, bintara ataupun perwira ditindaklanjuti dengan proses penyidikan, kemudian dlimpahkan ke kejaksaan untuk dilakukan penuntutan dan disidang di pengadilan, dan yang terbukti dengan divonis bersalah diproses di sidang KKEP (Komisi Kode Etik Profesi).
Sebagai contoh pada tahun 2020, 118 oknum Polri dari beragam pangkat ditindak dengan putusan pemecatan oleh KKEP setelah terbukti melakukan tindak pidana. Pada tahun 2019 sejumlah 1024 diduga oknum Polri disidik tindak pidana.
Jadi, apabila ada masalah oknum personel di dalam struktur organisasi seperti dalam Div Propam Polri, maka yang terpenting adalah sistem organisasi tetap berjalan, sehingga akhirnya terbongkar dan ditindak, dan penindakan laporan terhadap diduga oknum Polri setiap tahun tetap berjalan.
Harus dipahami bahwa realitasnya ini bukan kehidupan surgawi dan personelnya juga bukan para malaikat, salah atau benar akan datang silih berganti sebagaimana terjadi di instansi lain ataupun masyarakat pada umumnya, yang terpenting sistem berjalan untuk memastikan yang membuat kesalahan ditindak.
Namun demikian, bukan berarti sistem tidak bekerja untuk mengendalikan dan meminimalisir terjadinya insiden yang mencoreng institusi, pemerintahan, kebenaran, keadilan dan kemanusiaan tersebut. Sistem pendidikan dan pelatihan, pembinaan serta pengawasan dan evaluasi tetap terus berjalan dan bekerja sebagaimana mestinya.
Terkait dengan isu Kompolnas yang seolah membenarkan narasi FS terkait pembunihan Brigadir J, siapa yang tidak tertipu? Bahkan semua narasi yang berkembang di media online, nitizen, para tokoh dan masyarakat, semuanya juga tertipu.
Spekulasi dan persepsi soal kejangggalan-kejanggalan yang sempat berkembang sebelumnya akhirnya runtuh semua ketika dibandingkan dengan pengakuan Bharada E yang terakhir, kecurigaan terhadap kejanggalan luka pada jenazah Brigadir J yang dianggap sebagai luka penganiayaan faktanya dari pengakuan Bharada E adalah luka tembak, spekulasi pistol Glock 17 yang dianggap janggal ternyata terbukti benar Bharada dan Brigadir (di sekitar FS) juga pegang.
Konferensi pers (konpers) setelah tiga hari hal yang biasa di Polres-Polres bahkan ada yang sampai seminggu, puluhan hari atau bahkan bulanan, konpers untuk laporan dugaan pelecehan seksual tanpa barang bukti di meja juga hal yang lumrah di berbagai Polres, pelarangan jenazah ternyata hanya kesalahpahaman dengan pihak keluarga sebagaimana terkandung dalam pernyataan kerabat Brigadir J,.
Satu-satunya yang benar adalah kecurigaan ada sesuatu dalam kasus ini meski dasar kecurigaan yang digunakan oleh sebagian besar bahkan semua orang juga tidak benar karena tertipu (terlalu asik dengan spekulasi dan persepsinya sendiri), yang berawal dari pihak keluarga yang tidak menerima begitu saja cerita versi Irjen FS yang disampaikan saat jenazah diserahkan ke keluarga, itu saja.
Jadi siapa yang sebenarnya tertipu? Bukan hanya Kompolnas, tetapi juga polisi dan bahkan semua orang tertipu oleh rekayasa atau tipuan Irjen FS yang seketika dilakukan pada saat kejadian tindak pidana di TKP untuk menyamarkan keterlibatannya dalam peristiwa tersebut.