Masyarakat belakangan ini merasa resah dan sangat disusahkan dengan melonjaknya harga minyak goreng yang tidak terkira, bahkan sampai banyak dari kalangan masyarakat kelas ekonomi bawah yang menyebut "minyak goreng tidak naik harga, tetapi ganti harga".
Ungkapan sarkartis masyarakat ini bukan tanpa alasan, akan tetapi justru menegaskan bagaimana harga minyak goreng yang melonjak tinggi tidak masuk akal dirasakan sangat menyulitkan perekonomian dan daya beli masyarakat.
Melihat hal ini, akhirnya pemerintah berinisiatif mengambil kebijakan dengan menetapkan harga tertinggi eceran minyak goreng, dan untuk memastikan stabilitas harga minyak goreng dan keterjangkauan harganya di pasar, Polri seperti biasanya mengaktifkan satgas pangan.
Kebijakan Pemerintah dalam upaya menekan kenaikan tidak masuk akal minyak goreng dengan memberikan subsidi terhadap selisih harga minyak goreng, dengan diberikannya dukungan
pendanaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)
sebesar Rp7,6 triliun.
Kebijakan pemerintah yang disokong Polri dalam pengawasan di lapangan tersebut tidak hanya diberlakukan untuk minyak goreng dengan kemasan satu liter, akan tetapi
juga diberikan untuk minyak goreng dalam kemasan 2 liter, 5 liter, dan
25 liter.
Untuk mendukung efektivitas kebijakan pemerintah di lapangan, Per 1 Februari 2022 hari ini (Senin), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) telah membuat penegasan bahwa seluruh pelaku usaha di Indonesia harus menerapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng.
Polri mengimbau para pelaku usaha untuk tidak menahan stok dan
melakukan penyesuaian harga menjadi maksimal Rp14 ribu, dimana selisih harga yang
diperoleh dari pembelian dan penjualan minyak goreng itu akan diganti
pemerintah.
Kasatgas Pangan Polri, Irjen Helmy Santika menegaskan, “Jadi kebijakan minyak goreng satu harga Rp14 ribu untuk kemasan premium harus sudah masuk ke semuanya tanggal 1 Februari besok,” kata Kasatgas Pangan Irjen Helmy Santika di Jakarta Selatan, Senin (31/1/2022).
Kasatgas Pangan Polri tersebut menambahkan pemerintah juga menetapkan HET minyak goreng kemasan lainnya. Minyak goreng kemasan sederhana ditetapkan seharga Rp13.500 per liter dan minyak goreng curah Rp11.500.
Apabila para pelaku usaha tetap nekat menahan stok atau lebih dikenal dengan menimbun bahan kebutuhan pokok seperti minyak goreng saat terjadi kenaikan harga, maka pelaku usaha bisa dijerat dengan tindak pidana dengan ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun dan atau denda 50 milyar.
Ancaman pidana tersebut didasarkan pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 19 dan Pasal 107 Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, yang menyebutkan pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok.
Pasal 19 Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 menyebutkan kalau pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting dalam jumlah, dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga dan atau hambatan lalu lintas barang.
Ketentuan sanksinya diatur pada Pasal 107 dalam Undang-Undang yang sama, yang ditegaskan bahwa pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting seperti halnya diatur Pasal 29 itu dipidanan penjara maksimal lima tahun dan atau pidanan dendan maksimal Rp50 miliar.