Beberapa Fakta Penyebab Manchester United Dibuat Tak Berdaya Hadapi Watford

Sebagaimana diketahui, Manchester United harus dipaksa menelan pil pahit kala bertandang ke markas Watford dalam laga putaran Liga Premier Inggris 2021-2022 pekan ke-12, yang tidak dapat disangkal siapapun, termasuk skuad MU dan para pendukung setia Setan Merah sendiri.

Melihat situasi ini, setidaknya dapat diambil beberapa kejadian dan keadaan sepanjang pertandingan yang dapat saja disinyalir menjadi bagian dari kegagalan Manchester United merengkuh poin penuh atau setidaknya satu poin dari laga tersebut.

1.  Formasi

Pada laga tersebut, Manchester United memperagakan formasi 4-2-3-1, sedangkan Watford menerapkan formasi 4-1-4-1.  Di atas kertas, kedua formasi mengandalkan serangan balik yang cepat dengan menaruh satu pemain striker murni di depan, disokong 3 sampai 4 gelandang serang.  

Namun dengan formasi Ole Gunnar Solskjær logikanya lebih menguasai lapangan tengah dan lebih mendominasi permainan karena para pemain terdistribusi lebih merata dan lebih berdekatan, dengan menempatkan dua gelandang bertahan, sehingga perpindahan bola dari kaki ke kaki dalam jarak pendek semakin banyak dan lebih akurat.

Berbeda dengan formasi Claudio Ranieri, yang hanya menaruh satu gelandang bertahan dan sebaliknya memperkuat posisi gelandang penyerang dengan menempatkan 4 pemain, sehingga akan lebih merepotkan barisan pertahanan lawan ketika melakukan serangan balik, dengan satu pemain penyerang murni. Sementara lini pertahanan tetap diperkuat 4 pemain.

Formasi Watford ini sangat mendukung filosofi bermain yang ingin diterapkan sang pelatih, dimana kunci dari rencana Claudio Ranieri itu adalah bermain naik tinggi di lapangan dan mempertahankan tekanan pada pertahanan Manchester United.

2.  Dominasi permainan, akurasi dan kekuatan serangan

Ternyata, perbedaan formasi tidak hanya terjadi di atas kertas, bukti di lapangan juga mengkonfirmasi dampak dari formasi ini secara nyata.  Pasukan Setan Merah terbukti jauh lebih menguasai jalannya pertandingan dengan penguasaan 62% hanya berbanding 38% untuk Watfold. 

Akurasi operan juga sama, anak asuhan Solskjær juga jauh lebih baik karena memiliki kesempatan membangun permainan dengan umpan pendek lebih banyak karena distribusi pemain yang lebih merata.  Akurasi operan MU 79% berbanding hanya 66% untuk Watford.

Namun, mengingat formasi Watford memperkuat lini serang dengan menempatkan 4 pemain di posisi gelandang serang dan satu striker murni, maka sangat terlihat lini pertahanan MU harus berjibaku sangat keras menjaga lini belakang dari serangan lawan. 

Terbukti, Watfold mendapatkan hadiah penalti di babak pertama meski akhirnya gagal dieksekusi berkat penampilan cermerlang penjaga gawang MU, kemudian proses terjadinya gol pertama Watford dari umpan pemain lini belakang (E. Dennis) mengarah  ke lini serang murni (Joshua King).

Sedangkan gol kedua berkat tekanan permainan Watfold yang berhasil membuat panik lini pertahanan MU, bahkan gol yang diciptakan Sarr memanfaatkan longgarnya penjagaan lini bekalang dan menyerang De Gea yang tak berdaya.

Bahkan kartu merah untuk pemain bek tengah MU, Harry Maguire pada menit ke-69 sebagai hasil akumulasi dua kartu kuning pun semakin menegaskan tekanan Watfold mampu membuat lini pertahanan Manchester United kebingungan, cemas dan kocar-kacir.

3.  MU terlambat memulai babak dengan bagus

Manajer Setan Merah, Solskjær mengakui bahwa pada babak pertama corak permainan MU tidak muncul. Watfold mengalahkan MU, dan membiarkannya memasukkan bola ke dalam kotak penalti, saat itu MU terlalu memberi Watfold ruang untuk memenangkan sebagian besar tantangan.

Sebenarnya, pasukan Solskjær memulai pertandingan dengan baik ketika Nemanja Matic mencoba dengan memberi umpan cerdas ke arah Jadon Sancho di belakang pertahanan tuan rumah, tetapi sayangnya gelandang Serbia itu tidak dapat menemukan pemain sayap yang cerdik di saat-saat awal laga.  

 4.  Serangan balik

Watford yang memperagakan  formasi 4-1-4-1.  sangat memungkinkan untuk mengandalkan serangan balik yang cepat dengan menaruh satu pemain striker murni di depan, didukung 4 pemain gelandang serang tepat di belakangnya, ketika lawan kehilangan kontrol bola, dan terlalu asik memainkan dominasi penguasaan bola.

Tekanan serangan baik dan tekanan pemain lini serang (gelandang serang dan striker) Watfold terhadap lini pertahanan MU secara sekaligus membuat lebih banyak peluang untuk pemain lini belakang MU membuat  kesalahan.  

Penalti babak pertama membuktikan terjadinya kesalahan fatal pemain belakang MU, yakni ketika pemain lini belakang Manchester United, Scott McTominay menyebabkan Joshua King dijatuhkan di dalam kotak penalti.

Hal lainnya, terbukti ketika sundulan Aaron Wan Bissaka yang ceroboh di ujung umpan silang Kiko Femenia disambar oleh Emmanuel Dennis kemudian diumpankan dan dikonversi menjadi gol pertama Watfold oleh Joshua King.

Kemudian terjadinya gol kedua Watfold juga tidak berbeda karena longgarnya pertahanan MU. Femenia memberikan kontribusi berharga di sisi kanan dengan maju ke depan dan membiarkan Sarr bergerak ke tengah lapangan, dengan Sarr memanfaatkan beberapa penjagaan yang tidak ada untuk menyerang De Gea yang tak berdaya.

MU yang bernafsu mengejar ketertinggalan di 20 menit terakhir, justru kebobolan dua gol dalam perpanjangan waktu, mengingat kekuatan lini pertahanan berkurang satu orang sebagai akibat kartu merah dan berambisi untuk terus menyerang, serta tentu saja formasi 4 gelandang serang plus satu striker murni Watfold yang dari awal babak menebar ancaman di wilayah pertahanan MU.

5.  Penalti gagal

Hadiah tendangan penalti untuk Watfold gagal dieksekusi karena kinerja kiper MU yang cemerlang, bahkan meskipun dilakukan eksekusi penalti sebanyak dua kali atas perintah wasit yang memimpin laga. 

Hadiah penalti ini diberikan ketika sapuan keras pemain Manchester United,  Scott McTominay menyebabkan Joshua King dijatuhkan di dalam kotak penalti, dan diputuskan oleh wasit untuk memberikan hadiah tendangan penalti untuk Watfold.

6.  MU mulai menggigit

Solskjær merasa timnya baru mulai bermain bagus di awal babak kedua, ketika Donny van de Beek mencetak gol berselang hanya lima menit setelah masuk lapangan sebagai pemain pengganti, sehingga mampu memperkecil ketertinggalan menjadi 2-1.

Sekitar setengah jam berikutnya tentu saja meningkatkan harapan bahwa The Reds bisa menyelamatkan hasil imbang tetapi pada akhirnya, Solskjaer harus mengakui bahwa timnya gagal untuk mencetak gol kembali, dan justru kebobolan dua gol pada perpanjangan waktu.

7.  Kartu merah berujung petaka

Solskjaer harus mengakui bahwa timnya gagal mengambil keuntungan dan mengejar ketertinggalan ketika Watford mengambil keuntungan dari kartu merah Harry Maguire untuk mencetak gol ketiga dan keempat mereka di masa injury time.

8.  MU menekan di 20 menit terakhir

Manajer Setan Merah, Solskjær menyebut permainan anak asuhnya pada babak kedua membuatnya sangat senang, tetapi tentu saja, sepanjang pertandingan itu sangat mengecewakan dan jauh dari standar permainan Manchester United.

Tetapi sikap dan penerapan hingga 15 menit terakhir, atau 20 menit terakhir, tim memainkan sepak bola yang sangat bagus, menciptakan banyak peluang. Itu menunjukkan sikap para pemain. Donny dan Anto, misalnya, kecewa sebagaimana mestinya, tetapi memberi kami kualitas.