Kapolri Ancam Sanksi Tegas Atasan yang Gagal Menjadi Teladan

 Oleh: Dr. Bambang Usadi*

 

Belum lama ini dan masih sangat hangat berita viral menyangkut beberapa insiden kejadian yang menarik perhatian masyarakat, khususnya di dunia maya, terkait dengan perilaku beberapa oknum Polri yang dinilai berlebihan ketika berhadapan dengan masyarakat dalam menjalankan tupoksinya, diduga telah melanggar SOP (protap), kode etik dan disiplin Polri.

Berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, berita yang menyangkut perilaku oknum Polri seperti ini, selalu menjadi komoditas berita yang sangat seksi, baik bagi media sebagai konten pembuat berita, politisi, dan kalangan masyarakat, dengan berbagai latar belakang kepentingan dan alasannya sendiri.

Tidak dapat disangkal, dari berbagai komentar yang bermunculan tidak jarang masih banyak yang menyoroti persoalan-persoalan klasik yang dihadapi Polri terkait dengan kenakalan oknum personel, seperti jasa titip tilang meski sudah ada e-tilang, pengurusan SIM melalui jasa calo, kekerasan berlebihan saat pengamanan dan penegakan hukum, dan keluhan arogansi personel ketika berinteraksi dengan masyarakat.

Meskipun di sisi lain, terdapat upaya sungguh-sungguh dalam penegakan etika dan disiplin Polri pasca kejadian, termasuk insiden-insiden sebelumnya, itu juga belum mampu mengurai dan mengurangi secara signifikan ketegangan persepsi negatif sebagian masyarakat terhadap Polri.  Sebagaimana diketahui, pada tahun 2020 lalu, Polri telah secara resmi memberhentikan 118 oknum personel yang terlibat dalam berbagai masalah, baik etika, disiplin maupun pidana.

Namun tidak bisa disangkal, situasi kritik tajam masyarakat seperti ini menggambarkan betapa rentannya kinerja Polri mendapatkan sorotan tajam dari masyarakat, dimana jajaran Pimpinan Polri satu suara menegaskan terkait kritik dan sorotan masyarakat terhadap berbagai kinerja Polri sesungguhnya adalah bagian dari kecintaan masyarakat terhadap Polri.

Meski demikian, diyakini masih sangat banyak personel Polri yang baik dan berkinerja baik, sebagaimana disampaikan Kapolri sendiri ketika memberikan pengarahan di Sespimti Polri.  Kapolri menyebut masih lebih banyak personel yang baik dibanding oknum personel yang melakukan pelanggaran.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Polri telah secara resmi memberhentikan 118 oknum personel yang terlibat dalam berbagai masalah, baik etika, disiplin maupun pidana.  Menurut catatan Div Propam Polri, masih terjadi ribuan pelanggaran personel Polri setiap tahun. Laporan terakhir menunjukkan bahwa pada 2020, terjadi pelanggaran oleh oknum personel sebanyak 6.409 kasus atau mengalami kenaikan sebesar 54% dibandingkan pada 2019 (mencapai 4.151 kasus), yang terdiri dari pelanggaran disiplin 3.304 kasus, pelanggaran kode etik 2.081 kasus, dan pelanggaran pidana 1.024 kasus.

Berdasarkan data tahun 2020 tersebut, diperoleh rasio pemecatan oknum anggota dari total personel aktif 430.000 personel Polri adalah sebesar (118/430.000) = 0,000274 atau 0,03 persen atau 0,3 permil oknum bermsalah per tahun atau 99,97% personel Polri berkinerja baik. 

Apabila dibandingkan dengan rata-rata penanganan perkara per tahun yang kira-kira 200 ribu lebih (data ini masih perlu divalidasi, jumlahnya bisa jauh lebih banyak), maka kinerja Polri masih sangat tinggi mencapai (6.409/200.000) = 0,0325 atau 3,25 persen, artinya pelaksanaan tugas 96,75 persen berkinerja baik.

Terkait hal ini, bahkan Kapolri memberikan arahan tegas bahwa apabila tidak mampu membina, mengendalikan dan menertibkan bawahan maka atasannya yang akan dicopot dengan menyebut apabila tidak mampu membersihkan ekor, maka kepalanya yang akan dipotong, dengan berpegang pada adagium “ikan busuk dimulai dari kepalanya”

Arahan Kapolri ini sesungguhnya selaras dengan ketentuan bagi seluruh personel Polri yang memegang jabatan di internal Polri untuk mampu menjadi teladan dan mengarahkan bawahan agar mampu menjadi insan Bhayangkara yang senantiasa berkomitmen untuk menjaga marwah dan kehormatan institusi, bangsa dan negara.

Secara tegas dan lugas, ketentuan dalam disiplin anggota Polri berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2003 pada Pasal 4 dan Pasal 5, menegaskan bahwa personel Polri yang menjadi atasan diwajibkan untuk: Pertama, bertindak dan bersikap tegas serta berlaku adil dan bijaksana terhadap bawahannya, Kedua membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugas; Ketiga, memberikan contoh dan teladan yang baik terhadap bawahannya; Keempat, mendorong semangat bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerja; Kelima, memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan karier; dan Keenam, dilarang bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan.

Demikian juga pada ketentuan yang diatur dalam pasal 7 ayat (2) perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri, dietgaskan “Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Atasan wajib: a. menunjukan kepemimpinan yang melayani (servant leadership), keteladanan, menjadi konsultan yang dapat menyelesaikan masalah (solutif), serta menjamin kualitas kinerja Bawahan dan kesatuan (quality assurance); b. menindaklanjuti dan menyelesaikan hambatan tugas yang dilaporkan oleh Bawahan sesuai tingkat kewenangannya; dan c. segera menyelesaikan dugaan Pelanggaran yang dilakukan oleh Bawahan”.

Kedua ketentuan tersebut, yang berkaitan dengan kedisiplinan dan etika profesi anggota Polri sesungguhnya telah memberikan mandat tegas kepada seluruh jajaran pimpinan Polri di setiap level atau tingkatan untuk mampu menjadi suri tauladan, membimbing, membina dan mengendalikan perilaku bawahannya.  Ketidakmampuan memerankan tanggung jawab tersebut, tentu saja layak dipertimbangkan untuk dibawa ke sidang Kode Etik dan Profesi, serta mendapatkan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahannya.

Oleh karena itu, jalan keluar dari persoalan persepsi negatif masyarakat terhadap kinerja personel Polri dan upaya perbaikan kinerja personel Polri haruslah menggabungkan dan mensinergikan pemanfaatan sistem internal Polri dengan eksternal Polri secara optimal, sistematis dan berkesinambungan.

Bentuk riilnya bisa berbagai macam pendekatan, tetapi untuk masalah menjaga kedisiplinan dan perilaku etis anggota Polri, di samping harus tetap konsisten dengan penegakan aturan dan hukum melalui sidang kode etik dan profesi,  perlu dilakukan dengan cara besar-besaran, monumental, dan rutin, misalnya menempatkan personel Propam di tempat-tempat yang rawan pelanggaran, termasuk ketika tugas dari satuan lain sedang dilaksanakan, dengan memakai atribut lengkap Propam, sehingga masyarakat bisa melihat dengan jelas kesungguhan pengawasan kinerja personel oleh internal Polri di lapangan.

Kedua, tentu saja memanfaatkan secara optimal seluruh sumber daya dari kehumasan Polri untuk menjelaskan duduk persoalan suatu perkara dengan mencoba melakukan pendekatan sesuai dengan perspektif sosiologis dan antropologis masyarakat.  Penegakan hukum dijelaskan sedapat mungkin dengan bahasa budaya dan sosial masyarakat, karena di sini biasanya terjadi benturan norma yang tidak sepatutnya terjadi apabila mampu dijelaskan.

Misalnya, terkait dengan kasus penjaga kolam menyabetkan goloknya dua kali ke pencuri ikan yang dijerat dengan delik penganiayaan.  Sebagian masyarakat yang tidak paham hukum seolah melihat bahwa membela diri dilarang dan bahkan dihukum.  Padahal konstruksi deliknya menegaskan bahwa yang terjadi tidak termasuk pembelaan diri, karena dilakukan berlebihan dan melampaui batas kepatutan karena sudah tidak ada ancaman serangan atau serangan, tetapi masih menyerang dengan golok, bahkan dua kali.

Hal seperti ini harus didekati dengan penjelasan norma agama dan norma masyarakat yang umum dipahami bahwa membela diri itu bahkan diwajibkan ketika keselamatan jiwa, harta benda dan kehormatan (dari pelecehan seksual) terancam, tetapi melakukan kekerasan berlebihan padahal ancaman tidak ada, berbuat melampaui batas bahkan main hakim sendiri sangat jelas dilarang agama dan tercela di mata masyarakat.

Selebihnya, pemanfaatan media massa baik offline maupun online tetap memegang peranan penting dan strategis, termasuk secara terus menerus mensosialisasikan peran dan kinerja Polri yang rutin menyapa untuk melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat disosialisasikan secara baik dan konsisten.

 

*Advokat, Purna Pati Polri