Makanlah untuk hidup, bukan hidup untuk makan, demikianlah kira-kira adagium receh yang sudah umum dikenal masyarakat luas yang menekankan pentingnya menjaga pola makan untuk kehidupan, bukan sebaliknya kehidupan hanya diisi dengan menikmati makanan semaunya bahkan tanpa peduli kesehatan.
Pola makan seseorang selalu berkembang seiring berjalannya waktu, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk faktor sosial dan ekonomi, yang selalu berinteraksi secara kompleks untuk membentuk pola makan seseorang pada suatu waktu.
Berbagai faktor tersebut termasuk di antaranya, pendapatan, harga pangan (yang akan mempengaruhi ketersediaan dan keterjangkauan makanan sehat), preferensi dan kepercayaan individu, tradisi budaya, dan bahkan faktor geografis dan lingkungan, termasuk di dalamnya terjadinya perubahan iklim.
Dengan mempertimbagkan semua itu, semua pihak dan semua orang harus memajukan sebuah kondisi atau keadaan lingkungan pangan yang sehat, termasuk sistem pangan yang menawarkan pola makan yang beragam, seimbang dan sehat.
Berikut ini rekomendasi dari Word Health Organization (WHO) dalam laman resminya who.int yang menmformulasikan beberapa anjuran terkait dengan mengatur porsi makan yang terdiri dari buah dan sayur, asupan lemak, asupan garam, dan asupan gola.
Buah dan sayur-sayuran
Makan setidaknya 400 g, atau lima porsi, buah dan sayuran per hari mengurangi risiko NCD (2) dan membantu memastikan asupan serat makanan harian yang cukup.
Asupan buah dan sayur dapat ditingkatkan dengan: selalu memasukkan sayuran dalam makanan;
makan buah segar dan sayuran mentah sebagai camilan; makan buah dan sayuran segar yang sedang musim; dan makan berbagai macam buah dan sayuran.
Asupan Lemak
Mengurangi jumlah total asupan lemak hingga kurang dari 30% dari total asupan energi membantu mencegah penambahan berat badan yang tidak sehat pada orang dewasa.
Selain itu, risiko penyakit tidak menular (Non Comminicable Desease/NCD) dapat diturunkan dengan mengurangi lemak jenuh hingga kurang dari 10% dari total asupan energi;
NCD juga dapat ditekan dengan mengurangi lemak trans menjadi kurang dari 1% dari total asupan energi; dan mengganti lemak jenuh dan lemak trans dengan lemak tak jenuh, khususnya dengan lemak tak jenuh ganda.
Asupan lemak, terutama lemak jenuh dan asupan lemak trans yang diproduksi industri, dapat dikurangi dengan: mengukus atau merebus alih-alih menggoreng saat memasak.
Hal yang sama dapat dilakukan dengan mengganti mentega, lemak babi, dan ghee dengan minyak yang kaya akan lemak tak jenuh ganda, seperti minyak kedelai, kanola (rapeseed), jagung, safflower, dan bunga matahari;
Kemudian menocba makan makanan olahan susu rendah lemak dan daging tanpa lemak, atau memotong lemak yang terlihat dari daging; dan membatasi konsumsi makanan yang dipanggang dan digoreng,
Mengurangi dan membatasi makanan ringan dan makanan dalam kemasan (misalnya donat, kue, pai, biskuit, biskuit, dan wafer) yang mengandung lemak trans yang diproduksi secara industri adalah pilihan yang baik mengendalikan asupan lemak.
Garam, natrium dan kalium
Kebanyakan orang mengonsumsi terlalu banyak natrium melalui garam, yang setara dengan mengonsumsi rata-rata 9-12 g garam per hari, dan tidak cukup kalium, dengan asupan kurang dari 3,5 g per hari.
Asupan natrium yang tinggi dan asupan kalium yang tidak mencukupi berkontribusi pada peningkatan tekanan darah tinggi, yang pada gilirannya meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke .
Mengurangi asupan garam ke tingkat yang disarankan kurang dari 5 g per hari dapat mencegah 1,7 juta kematian setiap tahun. Orang sering tidak menyadari jumlah garam yang dikonsumsi.
Di banyak negara, sebagian besar garam berasal dari makanan olahan, misalnya makanan siap saji; daging olahan seperti bacon, ham dan salami; keju; dan camilan asin atau dari makanan yang sering dikonsumsi dalam jumlah besar (misalnya roti).
Garam juga ditambahkan ke makanan selama memasak, misal kaldu, kaldu kubus, kecap dan kecap ikan atau di tempat makan ketika menikmati makanan konsumsi, misal garam meja..
Asupan garam dapat dikurangi dengan:membatasi jumlah garam dan bumbu natrium tinggi, misalnya kecap, kecap ikan, dan kaldu, pada saat memasak dan menyiapkan makanan.
Cara lainnya adalah dengan tidak menyediakan garam atau saus natrium tinggi di atas meja; membatasi konsumsi camilan asin; dan memilih produk dengan kandungan natrium lebih rendah.
Beberapa produsen makanan juga dianjurkan merumuskan ulang resep untuk mengurangi kandungan natrium pada produknya,
Kemudian orang harus didorong untuk memeriksa label nutrisi dari suatu produk untuk mengetahui berapa banyak natrium dalam suatu produk sebelum membeli atau mengonsumsinya.
Kalium dapat mengurangi efek negatif dari peningkatan konsumsi natrium pada tekanan darah. Asupan kalium dapat ditingkatkan dengan mengkonsumsi buah dan sayuran segar.
Asupan Gula
Pada orang dewasa dan anak-anak, asupan gula bebas harus dikurangi hingga kurang dari 10% dari total asupan energi. Pengurangan hingga kurang dari 5% dari total asupan energi akan memberikan manfaat kesehatan tambahan.
Mengkonsumsi gula bebas meningkatkan risiko karies gigi (kerusakan gigi). Kalori berlebih dari makanan dan minuman tinggi gula bebas juga berkontribusi pada penambahan berat badan yang tidak sehat, yang dapat menyebabkan kelebihan berat badan dan obesitas.
Bukti terbaru juga menunjukkan bahwa gula bebas mempengaruhi tekanan darah dan lemak (lipid) dalam cairan darah (serum), dan menunjukkan bahwa pengurangan asupan gula bebas mengurangi faktor risiko penyakit kardiovaskular .
Asupan gula dapat dikurangi dengan: membatasi konsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula dalam jumlah tinggi, seperti camilan manis, permen, dan minuman yang dimaniskan dengan gula, yaitu semua jenis minuman yang mengandung gula bebas.
Termasuk mengurangi minuman ringan berkarbonasi atau non-karbonasi, jus dan minuman buah atau sayuran , konsentrat cair dan bubuk, air perasa, minuman energi dan olahraga, teh siap minum, kopi siap minum, dan minuman susu beraroma); dan makan buah segar dan sayuran mentah sebagai camilan, bukan camilan manis.