Laga Group H: Lawan PSG, MU Menang di Tandang Kalah di Kandang

Pada hari ini, Kamis (3 Desember 2020), Manchester United mengalami hari yang cukup berat, ketika menderita kekalahan dengan skor 1 :  3, pada saat menjamu Paris Saint Germain (PSG) dalam laga lanjutan penyisihan Group H putaran kelima Liga Champions 2020-2021.

Mengingat pada laga sebelumnya, ketika Manchester United bertandang ke markas PSG, Setan Merah mampu menekuk PSG dengan skor 1  :  2 pada laga penyisihan putaran pertama Group H Liga Champions 2020-2020, tanggal 21 Oktober 2020.

Lalu, apa yang membedakan laga putaran kelima (3 Desember 2020) dengan laga putaran pertama (21 Oktober 2020) pada penyisihan Group H Liga Champions 2020-2021, sehingga menuai hasil yang berbeda bagi kedua tim?

Pada laga tandang, Manchester United  dam PSG mampu meraih kemenangan, sedangkan pada laga kandang kedua tim justru harus bertekuk lutut terhadap perlawanan tim tamu.  PSG dikalahkan Mancester United, sebaliknya Manchester United dibuat tak berdaya PSG.

Indoline,info mencoba menelisik dengan cermat apa yang sesungguhnya terjadi dan berbeda dari kedua laga penyisihan Group H Liga Champions 2020-2021 tersebut, yang berbeda waktu dan tempat, tetapi melibatkan dua tim yang sama (Manchester United dan PSG).

Ternyata terlihat fakta, tidak banyak terjadi perubahan pada strategi PSG, baik pada laga kandang maupun laga tandang ketika menghadapi Manchester United, tetapi sebaliknya Manchester United sendiri melakukan perombakan strategi ketika menjamu PSG pada laga putaran kelima ini (3 Desember 2020).

Pada laga tandang bagi Manchester United lalu, Setan Merah menerapkan formasi 3-4-1-2 menghadapi tuan rumah PSG dengan formasi 4-3-3, sedangkan pada laga kali ini Manchester United memperagakan formasi 4-2-3-1 sedangkan PSG konsisten dengan formasi 4-3-3 sebagaimana laga sebelumnya.

Lalu apa dampak dan pengaruh dari penerapan formasi tim terhadap permainan kedua tim yang saling berhadapan di lapangan hijau dan saling bersaing di putaran penyisihan Group H Liga Champions 2020-2021?

Tampaknya, hanya membuat perbandingan dampak strategi formasi dalam permainan sepakbola terlihat terlalu disederhanakan, karena masih banyak faktor lain yang berpengaruh, seperti kebugaran pemain, cedera, kondisi mental pemain, dan lain sebagainya.  Namun mengabaikan dampak strategi sama sekali, itu jelas sangat tidak bijaksana, gegabah dan tidak mungkin untuk dilakukan. 

1.  Soliditas lini pertahanan

Fakta menunjukkan bahwa lini pertahanan Manchester United dengan formasi 3-4-1-2 ketika bertandang ke PSG terbukti lebih merepotkan lini penyerangan PSG dibanding formasi 4-2-3-1 yang diperagakan Manchester United ketika menjamu PSG.

Hal ini dibuktikan ketika PSG menjalani laga tandang, lebih leluasanya mengefektifkan percobaan tendangan ke arah gawang sebanyak 13 kali, 6 kali mencapai sasaran dan 3 kali terkonversi menjadi gol, dibanding ketika laga kandang PSG dimana pada saat itu memang mampu melakukan percobaan tendangan 14 kali, namun hanya 5 kali yang efektif dan tidak ada yang terkonversi menjadi gol.

Keadaan seperti ini menjadi masuk akal mengingat pada formasi 3-4-1-2 memungkinkan terbentuk lini pertahanan yang lebih tebal dibanding lini pertahanan dengan formasi 4-2-3-1,. karena akan segera terbentuk pertahanan minimal 7 pemain plus 1 penjaga gawang berbanding pertahanan minimal 6 pemain plus 1 penjaga gawang, yang mampu merespon cepat bahaya serangan lawan. 

 

2.  Ketajaman lini serangan

Serangan formasi formasi 3-4-1-2 Manchester United ketika bertandang ke PSG terbukti lebih tajam dibanding serangan formasi 4-2-3-1 yang diperagakan Manchester United ketika menjami PSG, yang dibuktikan dengan fakta statistik pertandingan.

Menghadapi formasi 4-3-3 PSG yang terbukti mendominasi permainan dengan dominasi penguasaan bola, frekuensi umpan dan akurasi umpan, maka penebalan di lini tengah akan terlihat agak sia-sia bagi Manchester United.

Setan Merah hanya perlu memancing para pemain PSG naik ke atas menjauhi wilayahnya untuk menyerang dengan masuk ke pertahanan Manchester United yang solid, kemudian Setan Merah segera memanfaatkan kesempatan tersebut untuk melakukan serangan balik yang cepat, efektif dan efisien.

Formasi 3-4-1-2 letika melawat ke PSG jelas lebih mampu membangun lini pertahanan yang lebih kuat dibanding formasi 4-2-3-1, di sisi lain formasi 3-4-1-2 akan lebih mudah memancing para pemain PSG naik ke atas untuk menyerang dan memberi kesempatan serangan baik yang tajam bagi MU untuk menciptakan gol.  Itulah yang terjadi pada laga tandang Mancherster United ke PSG yang lalu.

Namun, perubahan strategi Manchester United dengan formasi 4-2-3-1 ketika menjamu PSG, yang menipiskan pertahanan dan menebalkan lini tengah menghadapi formasi 4-3-3 PSG, membuat efektifitas serangan dan efisiensi konversi gol Setan Merah menurun jauh.

Pada saat bertandang ke PSG dengan menerapkan formasi 3-4-1-2, Manchester United mampu membuat 14 kali percobaan tedangan ke arah gawang dengan 6 kali mencapai sasaran dan 2 kali di antaranya terkonversi menjadi gol, sedangkan pada saat menjamu PSG dengan memperagakan formasi 4-2-3-1, Setan Merah hanya mampu melakukan percobaan tendangan 12 kali dengan 5 kali di antaranya tepat sasaran dan hanya 1 kali yang terkonversi menjadi gol.


3.  Penguasaan dominasi bola

Penguasaan bola dengan formasi 3-4-1-2 Manchester United ketika bertandang ke PSG terbukti lebih buruk dibanding penguasaan bola dengan formasi 4-2-3-1 yang diperagakan Manchester United ketika menjamu PSG.

Terkait penguasaan bola, formasi  3-4-1-2 secara teoritis dapat dipastikan kalah dibanding dengan formasi 4-2-3-1.  Penempatan para pemain yang lebih merata di setiap lini jelas memungkinkan penguasaan lebih besar terhadap bola.

Oleh karena itu, soal penguasaan bola, Manchester United meskipun di kedua pertandingan kalah dominasi bola, umpan dan akurasi umpan, tetapi penguasaan bola masih lebih baik ketika laga kandang dengan memperagakan formasi 4-2-3-1.

Ketika menjamu PSG, penguasaan bola Setan Merah mencapai 44% dengan jumlah operan 415 dan akurasi operan 82% meski masih kalah dibanding PSG, tetapi ini masih lebih baik dibanding ketika laga tandang dengan menerapkan formasi 3-4-1-2, dimana pada saat itu, Setan Merah hanya menguasai bola 39% pertandingan, 348 operan dan akurasi operan hanya 78%.


4.  Akurasi Operan

Formasi 3-4-1-2 Manchester United menyebabkan tekanan permainan lebih besar dari tim lawan ketika bertandang ke PSG  dibanding tekanan permainan yang dialami pada formasi 4-2-3-1 yang diperagakan Manchester United ketika menjamu PSG. 

Kenyataan ini tidak terlepas dari fakta bahwa formasi 4-2-3-1 mampu menempatkan pemain lini pertahanan dan lini tengah lebih merata, sehingga operan di daerah ini menjadi lebih dominan dibanding menerapkan formasi 3-4-1-2.

Namun kelemahannya, penebalan di lini tengah akan menyulitkan serangan cepat karena pemain lawan tertahan di lini tengah dan susah terpancing naik untuk melakukan serangan menghadapi lini pertahanan yang solid.