Pada saat peringatan hari antikorupsi sedunia (Harkordia) 2020 yang jatuh pada tanggal 9 Desember 2020, dua lembaga paling berpengaruh dalam upaya pemberantasan korupsi turut mengisi peringatan momentum tersebut dengan mengirim pesan penting ke penjuru negeri untuk menguatkan sistem anti korupsi.
Dua lembaga tersebut adalah Kepresidenan yang direpresentasikan oleh Presiden, yang memiliki kekuatan pengaruh paling besar di lingkungan eksekutif dan Komisi Pemberantasan Korupsi yang memiliki kewenangan khusus dalam melakukan pemberantasan korupsi.
Dalam konteks pencegahan tindak pidana korupsi, Presiden menyampaikan bahwa upaya mengembangkan budaya antikorupsi dan menumbuhkan rasa malu menikmati hasil korupsi merupakan hulu yang penting dalam pencegahan tindak pidana korupsi.
Faktor lainnya berkaitan dengan pendidikan antikorupsi harus diperluas untuk melahirkan generasi masa depan yang antikorupsi. Tetapi, membangun sistem yang menutup peluang terjadinya tindak pidana korupsi juga merupakan kunci utama.
Sedangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menekankan pentingnya untuk selalu menyadari bahwa membangun kesadaran budaya antikorupsi adalah suatu proses perjuangan panjang. Pemerintah harus melakukannya secara berkelanjutan dengan komitmen yang kuat.
KPK, melalui Hari Antikoupsi Sedunia 2020, mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk ikut serta secara aktif mengawal pembangunan budaya antikorupsi. Caranya adalah dengan memulai langkah pertama yaitu membangun kesadaran diri sendiri untuk berperilaku antikorupsi.
Tugas pemberantasan korupsi bukanlah tugas KPK semata, namun juga seluruh elemen bangsa. Elemen bangsa berarti semua pihak harus terlibat, tanpa kecuali. Mulai dari aktivis antikorupsi, akademisi, budayawan, pemuka agama, mahasiswa, pengusaha, penentu kebijakan, ibu rumah tangga, guru, remaja karang taruna, dan seluruh rakyat Indonesia.
Lalu di manakah nasib isu dana desa dan pengawasan penggunaan dana desa terkait dengan potensi terjadinya tindak pidana korupsi dana desa? Maka pertanyaan tersebut tidak hanya dilihat pada peringatan hari antikorupsi dunia, tetapi sejauh mana lembaga berwenang mengupayakan pencegahan korupsi di sektor ini.
Sebagai contoh, untuk kebijakan KPK terkait dengan dana desa dengan membangun kerjasama dan kolaborasi dalam upaya melakukan pengawasan pemanfaatan dana desa dengan kementerian terkait, misalnya Kemendestrans.
Pada tanggal 3 Maret 2020 yang lalu Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Abdul Halim Iskandar mengunjungi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), guna memperkuat pengawasan dana desa.
Kemudian, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menyepakati untuk bertukar informasi dan data terkait dengan tugas dan wewenangnya masing-masing.
Kesepakatan ini dituangkan dalam sebuah nota kesepahaman yang ditandatangani oleh pimpinan kedua lembaga di kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, pada tanggal 14 Juli 2020.
Nota kesepahaman tidak hanya mencakup kesepakatan pertukaran informasi dan data, akan tetapi juga meliputi kerja sama dua lembaga dalam pencegahan tindak pidana korupsi, pendidikan dan pelatihan, pengkajian dan penelitian, penyediaan narasumber dan ahli, dan lingkup lainnya yang disepakati.
Mendestrans menegaskan salah satu fungsi nota kesepahaman ini adalah pengawasan penggunaan dana desa. Abdul mengatakan seluruh kepada desa wajib menggunakan dana desa sesuai dengan aturan dan sebisa mungkin menggunakannya dengan cara non-tunai.
Pengawasan dana desa pun melibatkan Kepolisian, melalui Nota kesepahaman (MoU) tentang pencegahan, pengawasan, dan penanganan masalah dana desa turut ditandatangani Kapolri saat itu, Jenderal Polisi Tito Karnavian.
Nota kesepahaman (MoU) itu ditandatangani bersama dengan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Sandjojo dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Mabes Polri di Jakarta, pada hari Jumat (20/10/2017).
Pengawasan penyaluran dana desa yang melibatkan unsur Polri, di antaranya adalah bintara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (babinkamtibmas), kepala kepolisian sektor (kapolsek) hingga kepala kepolisian resor (kapolres).
Bagaimana implementasi atau penerapan seluruh upaya kebijakan tersebut di level operasional di bawah, terutama di desa-desa, tentunya para pelaku, pegiat dan pemerhati pengelolaan dana desa di tingkat terbawah tersebut yang paling tahu.