Rupanya terorisme belum benar-benar menghilang dari hingar bingarnya percaturan kehidupan modern masyarakat Indonesia saat ini. Hal ini setidaknya dibuktikan dengan beberapa kali masih terjadi penangkapan oknum terduga terorisme oleh Densus 88 Antiteror Polri.
Laman resmi Polri melansir informasi penangkapan seorang teduga teroris berinisial AZ (45) alias Ahyar alias Epso, dimana diduga keterlibatan AZ dalam jaringan teroris kelompok JI ini. AZ merupa ketua dari kelompok organisasi JI.
Penangkapan ini dilaksanakan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri pada tanggal 8 November 2020 pukul 11.03 WIB, dengan lokasi Jalan Sunan Bonang, Kecamatan Rangkas Bitung, Kabupaten Lebak, Banten.
Turut diamankan dalam penangkapan tersebut istri dan anak AZ terduga teroris karena sedang bersamanya, serta dilakukan penyitaan sejumlah barang bukti di antaranya dokumen-dokumen.
Kasus pidana terorisme tidak dapat dilepaskan dari berkembangnya paham keagamaan atau paham-paham lainnya yang mengembangkan ajaran primordialisme, intoleran, kekerasan, kebencian, anarkis, rasial, diskriminatif, tertutup, tidak demokratis, dan eksklusivisme.
Paham seperti ini akan terus berkembang sepanjang akar masalah yang berpangkal pada pemikiran-pemikiran primordialisme berbasis kultural masa lalu tidak dapat dipisahkian dari kemurnian dan tujuan kemuliaan ajaran agama atau ajaran kebaikan lainnya.
Realitas inilah yang menyebabkan mengapa ajaran-ajaran kebaikan (tidak hanya agama) menjadi pintu masuk yang paling efektif dan paling mudah bagi bekembangnya paham radikalisme dan terorisme, terutama menyasar orang-orang "lugu" dengan cara berpikir "lugu" dan linier.
Padahal bahkan pada masa lalu doktrin-doktrin kebaikan dan agama "dimanfaatkan" dan disalahgunakan untuk kepentingan legitimasi politik dan kekuasaan, yang akhirnya lahirlah banyak doktrin pemahaman dan penafsiran yang pada masa kini sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kemuliaan yang terus berkembang sesuai dengan kebutuhan jamannya.