Palsukan Data, Mantan Kacab Maybank Cipulir Kuras Uang Nasabah

Fraud di dunia perbankan yang merugikan nasabah masih juga terjadi, meskipun Lembaga Penjamin Simpinan (LPS) mengaku telah menerapkan sistem pengawasan berlapis melalui upaya memperkuat regulasi sektor perbankan.

Bagaimana tidak, Bareskrim Polri baru saja berhasil mengungkap modus kejahatan fraud perbankan yang dilakukan oleh oknum internal perbankan.  Seorang Kepala Cabang Bank Maybank di Cipulir berhasil menggelapkan dana nasabahnya.

Potensi kejahatan fraud perbankan sebenarnya masih terus ada dan terjadi.  Terbukti sepanjang tahun 2019 saja, OJK telah melakukan 22 penyidikan pada sektor jasa keuangan, 17 kasus di antaranya berasal dari perbankan, 4 kasus dari pasar modal dan 1 kasus dari Industri Keuangan Non Bank (IKNB).

Penanganan OJK terhaadap berbagai kasus yang terjadi pada tahun 2019 tersebut, terdapat 20 berkas perkara lengkap (P-21) dan 9 perkara dengan putusan hukum tetap (inkracht).

Terkait dengan penanganan Bareskrim Polri pada kasus kejahatan fraud perbankan yang dilakukan oleh seorang Kepala Cabang Bank Maybank di Cipulir, yang berhasil menggelapkan dana nasabahnya, ternyata modus yang dilakukan tersangka adalah dengan memalsukan data nasabah.

Berdasarkan penjelasan Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono di Bareskrim Polri pada hari Jumat (6/11/2020) kemarin sebagaimana dimuat dalam laman resmi Polri, tersangka tanpa seizin pemiliknya, mengambil dan menguras uang nasabah sampai habis, kemudian diberikan beberapa temannya untuk diputar untuk mencari keuntungan.

Lebih lanjut, Karo Penmas Divisi Humas Polri menambahkan tersangka AT yang waktu itu menjabat sebagai Bussines Manager/Kepala Cabang, Maybank Cipulir memalsukan data nasabah, sehingga dari situ uangnya ditarik tersangka, dan diinvestasikan untuk kegiatan dengan teman-temannya.

Tersangka terancam dijerat dengan dua pasal berlapis yakni Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan ancaman pidana penjara 8 tahun atau denda sekurang-kurangnya Rp5 Miliar dan paling banyak Rp100 miliar.

Terkait penggunaan hasil kejahatan fraud perbankan tersebut, tersangka diancam dengan Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan hukuman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Terkait dengan potensi kejahatan fraud perbankan yang masih terus terjadi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku telah melakukan evaluasi, serta akan dan terus memperketat pengaturan industri perbankan untuk mencegah terjadinya fraud (kecurangan). 

Namun demikian, potensi fraud (kecurangan) yang terjadi di dunia perbankan, yang dilakukan orang dalam bank atau pihak internal bank, baik bekerja sama dengan nasabah ataupun pihak lain merupakan kasus yang cukup sulit dideteksi.