Penjelasan Kontroversi UU Cipta Kerja

Berbagai isu bergulir sebelum dan sesudah Rancangan Undang-Undang CIpta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang.  Beberapa isu penting memicu terjadinya penolakan terhadap pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja.


Pengaturan terkait dengan upah minimum, pesangon, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), alih daya (outsourcing), waktu kerja dan hak cuti, ketentuan Tenaga Kerja Asing dan sanksi menjadi isu utama yang menjadi perhatian di dalam UU Cipta Kerja dan dianggap bermasalah.

"Video tak bertuan" yang beredar secara viral dengan tajuk "Cek Dulu Faktanya Baru Bersuara -UU Cipta Kerja-" sebagaimana disajikan di atas memberikan penjelasan satu per satu terkait dengan ketujuh isu tersebut, meskipun tidak dibarengi dengan bukti-bukti terkait dengan pasal-pasal yang relevan dengan penjelasan yang dimaksud.

1.  Upah Minimum

Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tetap ada.  Untuk UKM (Usaha Kecil dan Menengah), upah berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja.  Upah Minimum Kabupaten/Kota harus lebih besar daripada Upah Minimu Propinsi (UMP)  


2.  Pesangon

Pemerintah memastikan bahwa pesangon menjadi hak dan diterima oleh pekerja.  Hadirnya JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan) skema baru terkait dengan jaminan sosial ketenagakerjaan yang tidak mengurangi manfaat dari jaminan sosial lainnya.  

JKP tidak menambah beban bagi pekerja atau buruh.  Program JKP selain memberi manfaat uang tunai, juga akses informasi pasar kerja dan pelatihan (Upskilling).  Jumlah maksimal pesangon 25 kali, dengan pembagian 19 kali ditanggung pemberi kerja dan 6 kali diberikan melalui JKP.

 

3.  Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Status pekerja kontrak hanya untuk pekerjaan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.  PKWT memberikan perlindungan untuk keberlangsungan bekerja dan hak bekerja sampai pekerjaan selesai.  

Kerja kontrak selesai, pekerja akan mendapatkan uang kompensasi sesuai masa kerja (UU sebelumnya tidak ada).  

 

4.  Alih Daya (Outsourcing)

Perusahaan outsourcing tetap mengikuti Permenaker 19/2012, yang dibatasi hanya untuk  5 (lima) jenis pekerjaan.  Perusahaan outsourcing berbentuk badan hukum dan wajib memenuhi perijinan dari pemerintah pusat.  

Apabila terjadi pengalihan pekerjaan maka masa kerja dari pekerja/buruh tetap dihitung dan pengalihan perlindungan hak-hak pekerja harus dipersyaratkan dalam perjanjian kerja.


5.   Waktu Kerja dan Hak Cuti

Waktu kerja tetap mengikuti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yakni 40 jam dalam seminggu.  Waktu lembur kerja maksimal 4 jam dalam sehari.

Waktu istirahat dan cuti tetap ada dan tetap mendapat upah penuh.  Tidak menghilangkan hak cuti seperti cuti haid dan cuti melahirkan, dan tetap menerima upah penuh. 

Baca juga:  Benarkah UU Cipta Kerja Kurangi Waktu Istirahat per Minggu?

 

6.  Ketentuan Tenaga Kerja Asing (TKA)

Tenaga kerja asing dapat diperkerjakan hanya untuk jabatan dan waktu tertentu, dan memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki.  

Setiap pemberi kerja wajib memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).  Pemberi kerja orang perseorangan dilarang memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA). 


7.  Sanksi

Ketentuan sanksi pidana dan sanksi administratif tetap diatur.