Bantuan Hukum Bagi Orang yang Tidak Mampu


Tidak jarang orang miskin atau orang tidak mampu dikarenakan keadaan ekonominya, menjadi sebab tidak memiliki akses untuk mendapatkan pembelaan hukum ketika harus berhadapan dengan persoalan hukum, 

Akibatnya sangat bisa dibayangkan, berbagai kasus hukum yang melibatkan dan menjerat orang tidak mampu atau orang miskin lebih berpotensi menyebabkan orang tidak nampu atau orang miskin tersebut menjadi tidak berdaya atau tidak mampu berbuat banyak.

Hal inilah yang menyebabkan mengapa orang tidak mampu secara ekonomi lebih rentan mendapatkan perlakuan tidak adil, yakni sebagai konsekuensi logis tidak adanya kemampuan untuk mendapatkan saran dan pembelaan hukum, sehingga hak-hak hukumnya lebih rentan menjadi terabaikan.

Oleh karena itu, konstitusi dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah mengantisipasinya, dengan memberikan jaminan bahwa hak untuk mendapatkan bantuan hukum yang merupakan hak warga negara, sebagaimana telah diatur dan ditetapkan dalam ketentuan UUD 1945 Pasal 27, Pasal 28 D ayat (1), dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945. 

Secara universal, hak atas bantuan hukum  dijamin dalam International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik), terutama diatur dalam Pasal 16 dan Pasal 26.

Pasal 16 dan Pasal 26 dari konvensi intenasional tersebut menjamin semua orang berhak memperoleh perlindungan hukum serta harus dihindarkan dari segala bentuk diskriminasi. 

Sedangkan Pasal 14 ayat (3) Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik memberikan syarat terkait bantuan hukum, yaitu: kepentingan-kepentingan keadilan, dan tidak mampu membayar Advokat.

Amanat konstitusional ini kemudian menjadi salah satu bagian dari perhatian dan pemikiran utama bagi para pembentuk Undang-Undang dalam menyusun Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dilakukan.

Kedua peraturan perundang-undangan tersebut memperlihatkan dan mencerminkan bagaimana sikap dam keberpihakan Pemerintah RI dan DPR RI dalam menjamin sepenuhnya hak untuk mendapatkan bantuan hukum bagi orang tidak mampu atau oirang miskin.

 Baca juga:  Beberapa Alasan Orang Menyewa Lawyer 

 

1.  Jaminan Konstitusi UUD 1945

Sebagaimana disebutkan di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa hak untuk mendapatkan bantuan hukum merupakan hak warga negara yang dijamin secara mendasar dalam konstitusi, sebagaimana telah diatur dan ditetapkan dalam ketentuan UUD 1945 Pasal 27, Pasal 28 D ayat (1), Pasal 34 ayat (2) UUD 1945. 

Hak kesamaan di hadapan hukum dijamin dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) yang menegaskan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Kemudian, hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta hak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum juga dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Sementara itu, Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 telah menjamin hak perlindungan diri pribadi, dimana disebutkan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia.

Sedangkan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 menjamin bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Oleh karena itu, negara memiliki kewajiban memelihara fakir miskin atau orang tidak mampu ketika berhadapan dengan masalah hukum, bentuk konkritnya adalah pemberian bantuan hukum.

Implikasi dan konsekuensi dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam  UUD 1945 sebagaimana disebutkan di atas adalah bahwa pemberian bantuan hukum bagi fakir miskin atau orang tidak mampu merupakan tugas dan tanggung jawab negara dan merupakan hak konstitusional warga negara tidak mampu secara ekonomi yang harus dipenuhi.

 

2.  Jaminan Peran Negara

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum secara khusus menjadi pijakan untuk memastikan bahwa negara bertanggung jawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan.

Secara umum, undang-undang ini hadir sebagai bentuk kesadaran eksistensi negara untuk menjamin hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia.

Keberadaan undang-undang ini juga semakin menguatkan peran advokat sebagaimana diatur Pasal 22 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dalam memberikan bantuan hukum cuma-cuma kepada orang miskin, sehingga peran advokat dapat bersinergi dengan peran negara dalam menyelenggarakan bantuan hukum.

Dalam Undang-Undang Bantuan Hukum tersebut, didefinisikan bahwa bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi kbantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum, dimana penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.

Undang-Undang Bantuan Hukum ini mengamanahkan sebagai pemberi bantuan hukum adalah Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini. 

Secara teknis, Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum diatur dalam Peraturan Pemerintah.  Oleh karena itu, kemudian pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum.

Penyelenggaraan Bantuan Hukum memiliki tujuan untuk menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan, serta mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum.
 
Tujuan tersebut juga berkiatan dengan upaya menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan. 
 
Selengkapnya, silahkan download:  UU No 16 Tahun 2011

 
3.  Pemberi dan Penerima Bantuan Hukum

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum mengatur pelaksanaan Bantuan Hukum dilakukan oleh Pemberi Bantuan Hukum yang telah memenuhi syarat, yang meliputi: a. berbadan hukum; b. terakreditasi berdasarkan Undang-Undang ini; c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap; d. memiliki pengurus; dan e. memiliki program Bantuan Hukum. 

Adapun hak Pemberi Bantuan Hukum yang dijamin oleh UU No 16 Tahun 2011 ini, antara lain melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum, melakukan pelayanan Bantuan Hukum, serta menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan program kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan Bantuan Hukum; 

Hak Pemberi Bantuan Hukum berikutnya adalah menerima anggaran dari negara untuk melaksanakan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini; dan mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

UU No 16 Tahun 2011 juga mengatur kewajiban Pemberi Bantuan Hukum, yang meliputi kewajiban melaporkan kepada Menteri tentang program Bantuan Hukum, serta melaporkan setiap penggunaan anggaran negara yang digunakan untuk pemberian Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini.

Kewajiban berikutnya adalah menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut, serta menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau keterangan yang diperoleh dari Penerima Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

Ketentuan itu juga menyangkut kewajiban Pemberi Bantuan Hukum memberikan Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah secara hukum.

Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum ini juga menjamin hak dan kewajiban Penerima Bantuan Hukum, yang dalam hal ini penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.

Penerima Bantuan Hukum berhak mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa, 

Hak Penerima Bantuan Hukum berikutnya adalah mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik Advokat dan mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Penerima Bantuan Hukum diwajibkan oleh Undang-Undang ini untuk menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar kepada Pemberi Bantuan Hukum, serta membantu kelancaran pemberian Bantuan Hukum.

 

4.  Jaminan Peran Advokat dalam UU Advokat

Advokat terikat dengan kewajiban profesi untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada kalangan masyarakat yang tergolong tidak mampu atau masyarakat miskin.  Pasal 22 Ayat (1) UU Advokat menegaskan kewajiban Advokat memberikan bantuan hukum cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.

Dalam UU Advokat, bantuan hukum dikonsepsikan sebagai jasa hukum yang diberikan oleh advokat secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu. 

Pemerintah mengeluarkan peraturan pelaksana UU Advokat dengan mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma. 

PP Nomor 83 Tahun 2008 tersebut mendefinisikan bantuan hukum secara cuma-cuma, yaitu jasa hukum yang diberikan advokat tanpa menerima pembayaran honorarium, meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu.

Selengkapnya, silahkan download:  UU Nomor 18 Tahun 2003