Ada Herbal Anti Covid19, Benarkah?


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyambut baik inovasi di seluruh dunia termasuk obat-obatan yang digunakan kembali, obat-obatan tradisional, dan pengembangan terapi baru untuk mencari pengobatan potensial dalam mengatasi bahaya serangan pandemi COVID-19.

Pada beberapa kali kesempatan sebelumnya, sempat sayup terdengar atau bahkan ada yang terdengar cukup nyaring beberapa ramuan herbal khas Indonesia diklaim berhasil mengatasi Covid19, dimana dinyatakan setelah  beberapa kali konsumsi dan kemudian di-swap test hasilnya negatif.  

Bukan hanya Indonesia, di Thailand negara satu kawasan di Asia Tenggara dengan Indonesia, ahli kesehatannya mengkombinasikan beragam daun disarikan menjadi teh multi herbal yang dimanfaatkan untuk mencegah dan bahkan untuk mengobati pasien penderita Covid19.
 
Afrika mempertimbangkan menggunakan tanaman obat seperti Artemisia annua sebagai pengobatan yang memungkinkan untuk COVID-19 dan harus diuji kemanjuran dan efek sampingnya.  WHO sendiri mengakui bahwa pengobatan tradisional, komplementer dan alternatif mempunyai banyak manfaat.
 
WHO menegaskan bahwa Afrika memiliki sejarah panjang dalam pengobatan tradisional dan para praktisi yang memainkan peran penting dalam memberikan perawatan kepada masyarakat.   Orang Afrika berhak menggunakan obat-obatan yang diuji dengan standar yang sama dengan orang-orang di seluruh dunia.

Baca juga:  Sikap Resmi WHO terhadap Obat Herbal

Di Indonesia sendiri bahkan seorang Kepala Dinas Kesehatan Kalbar menjelaskan ramuan khusus berupa madu dikombinasikan dengan teh panas, yang diberikan 3 kali sehari kepada pasien Covid19 di Kalbar menjadi salah satu penentu penting yang menyebabkan tingkat kesembuhan pasien sangat tinggi, dimana sebanyak 219 dari 298 pasien positif Covid19 di Kalbar telah dinyatakan sembuh.

Kasus lainnya, di Bali misalnya, Kepala Daerah di sana merekomendasikan minuman tradisional Bali yang merupakan kombinasi arak berbahan dasar beras dicampur dengan lemon diindikasikan berpotensi mampu mengatasi infeksi Covid19, yang dibuktikan dengan hasil swap test negatif.

Sejumlah pasien positif COVID-19 di Situbondo mengaku sembuh dengan bukti swap test negatif usai mengonsumsi asap cair atau obat berbentuk cairan dari batok kelapa yang telah melalui proses destilasi, penyulingan hingga kondensasi.

Kabar terbaru, Penyidik KPK Novel Baswedan yang dikabarkan juga terpapar Covid19, dimana waktu itu beberapa pegawai KPK juga mengalami hal yang sama membagikan pengalamannya bebas dari Covid19 dengan mengkonsumsi secara rutin parutan jahe yang disedu dengan air panss ditambahkan satu tetes minyak kayu putih. 

Baca juga:  Covid19: Ketahanan Tubuh ataukah Imunitas Tubuh?

Apa sesungguhnya rahasia dibalik semua obat herbal yang secara insidental dibuktikan mampu mengatasi masalah Covid19 berdasarkan klaim-klaim tersebut?  Apabila diteliti kandungannya secara fitokimia atau fitonutrien, maka akan ketemu pada satu kelompok jenis zat yang sama, namanya flavonoid.

Flavonoid terkandung dalam jahe, gingseng, lemon, batok kelapa, dan lainnya.  Flavonoid inilah yang berperan dalam menghambat replikasi virus dalam sel, sekaligus berfungsi sebagai anti inflamasi (anti peradangan) dan anti pengentalan darah atau sebagai pengencer darah.

Pada air kelapa terdapat asam amino, demikian juga di dalam madu yang memiliki manfaat memperbaiki sel rusak akibat serangan Covid19, plus di dalam madu terdapat Hidrogen Peroksida yang memiliki khasiat yang sama dengan Alkohol dalam arak beras orang Bali yang berfungsi sebagai antiseptik untuk merusak virus. 

Jadi sebenarnya, semua obat herbal yang dikaitkan dengan anti  Covid19 sebagaimana disebutkan dalam berbagai kasus yang berbeda dan berasal dari bahan alami yang berbeda tersebut, memiliki kandungan yang memiliki khasiat serupa, yakni sebagi antiseptik (perusak virus), inhibitor (penghambat) replikasi virus, anti inflamasi (anti peradangan), pengencer darah, dan regenerasi sel rusak akibat serangan virus (termasuk sel antibodi).

Baca juga:  Herd Shield: Pendekatan Komprehensif Atasi Covid19

Kebutuhan uji in vitro, uji in vivo, uji pra klinis dan uji klinis sebagaimana standar uji obat yang diklaim memiliki khasiat mengobati penytakit tertentu merupakan bagian dari upaya untuk menghadirkan bukti dan memastikan tentang tingkat keamanan, kemanjuran dan kualitas dari obat itu sendiri.

Lalu, bagamana cara menghadirkan obat herbal yang memiliki bukti keamanan, kemanjuran dan kualitas dalam upaya menanggulangi Covid19?  Itu bukan perkara sulit, dicukupkan dengan memastikan secara teoritis, skala laboratorium dan empiris dengan tidak adanya keluhan terhadap penggunaan obat tradisional selama ini telah menunjukkan keamanannya.

Misalnya madu, teh hijau, lemon, jahe, ginseng, dan seterusnya yang sudah terbiasa dikonsumsi masyarakat secara aman selama beberapa dekade, kecuali karena alergi.  Oleh karena itu sudah tidak perlu diragukan lagi tingkat keamanannya.  Kecuali pada kasus di atas, kondensat asap cair tempurung kelapa atau arak yang harus diteliti lebih jaub karena memang belum dipastikan keamanannya.

Demkian juga dengan minyak atsiri yang terdapat dalam minyak kayu putih dalam kadar tinggi, yang sesungguhnya dinilai mengandung senyawa sangat kuat dan telah lama dianjurkan untuk dihindari dikonsumsi karena berpotensi membebani kerja ginjal.

Sedangkan soal syarat sisanya, yakni terkait dengan kemanjuran dan kualitas obat herbal untuk mengatasi Covid19, karena dalam masa pandemi sedang berlangsung dan terutama ditujukan untuk pencegahan, biarlah langsung dibuktikan oleh maryarakat, tentu saja dengan tetap waspada menerapkan secara disiplin protokol kesehatan.

Seharusnya demikianlah cara berpikr dalam memanfaatkan obat herbal atau obat tradisional yang secara turun temurun telah terbukti khasiat dan keamanannya, soal kemanjurannya biarlah langsung dibuktikan tidak perlu melalui rangkaian panjang in vivo, in vitro, pra klinis dan klinis karena saat ini pandemi sedang berlangsung dan membutuhkan penyelesaian cepat dengan metode pencegahan yang tepat.