Kebijakan PSBB DKI Berbasis Data, Tapi....


Kali ini kebijakan PSBB diperketat di DKI berdasarkan penjelasan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ketika menjadi narasumber di ILC TVOne malam ini memberikan klarifikasi bahwa kebijakan PSBB yang diperketat berbasis sektoral, yakni terutama berfokus pada sektor perkantoran.

Kebijakan ini didasarkan pada data dimana kontribusi lonjakan transmisi Covid19 yang terjadi di DKI Jakarta didominasi oleh cluster perrkantoran.  Apalagi, menurut penulis, fakta secara global menunjukkan restoran dan tempat makan merupakan tempat sangat rawan penularan Covid19.

Fakta ini bisa dipahami bahwa secara umum perkantoran, restoran dan tempat makan belum mampu menerapkan protokol kesehatan secara ketat, atau pemerintah setempat belum memberikan rumusan kebijakan protokol kesehatan  teknis yang ketat terhadap setiap kegiatan di tempat-ttempat tersebut.

Hal yang patut menjadi catatan adalah meskipun kebijakan PSBB diperketat di DKI Jakarta berbasis pada fakta cluster perkantoran, tetapi tindakan kebijakannya masih terlalu umum, pukul rata, "gebyah uyah", yakni seluruh perkantoran secara umum mendapatkan perlakuan kebijakan yang sama, dengan pembatasan yang diperketat.

Padahal, apabila data yang dikumpulkan lebih detail maka bisa mengungkap dan menangkap fenomena lebih spesifik, seperti kantor-kantor mana saja yang menjadi sumber cluster penularan baru.  Tempat yang terbukti menjadi cluster perkantoran inilah yang seharusnya mendapatkan pengetatan, bukan semua kantor menjadi korban pengetatan.

Hal ini berdasarkan pertimbangan, bisa jadi kantor-kantor yang tidak menjadi sumber cluster penularan mampu menerapkan protokol kesehatan dengan baik dan ketat, demikian juga dengan orang-orang yang bekerja di dalamnya mampu menjaga kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan.

Pendekatan spesifik seperti ini sebenarnya sudah diterapkan di DKI Jakarta ketika terjadi cluster penularan di pasar-pasar tradisional, dimana hanya pada pasar tradisional yang terjadi transmisi Covid19 saja yang -ditutup sementara- untuk kemudian dibuka lagi, tidak semua pasar tradisional ditutup.

Memang benar apa yang disampaikan pak Anies Baswedan bahwa tidak mungkin negara mengawasi seluruh perkantoran yang jumlahnya ribuan di Jakarta.  Namun, penulis memandang pemerintah DKI Jakarrta seharusnya menyadari bahwa yang harus dibangun adalah sebuah sistem pengawasan.

Sistem pengawasan yang menerapkan reward and punishment, dimana ketika kantor tertentu terbukti menjadi sumber cluster penularan, maka diberikan punishment berupa penutupan sementara, sementara kantor yang secara konsisten mampu menjaga sterilisasi tempatnya dari transmisi Covid19 diberikan reward berupa kebijakan pelonggaran.

Sistem pengawasan seperti ini, akan memiliki konsekuensi kantor-kantor di DKI Jakarta akan berupaya keras menjaga protokol kesehatan dan sekaligus mampu terus menjaga pergerakan ekonomi.

Kebijakan serupa di cluster pasar tradisional terbukti sukses dan bahkan sekarang pasar tradisional di DKI Jakarta terbukti bukan merupakan cluster yang menjadi sumber lonjakan transmisi Covid19.