Rapid Test, PCR dan Risiko Covid19


Sejak awal pemanfaatannya, Rapid Test dipersoalkan oleh sebagian pihak, baik dari kalangan pengamat, praktisi maupun para ahli.  Hal fundamental yang dipersoalkan sesungguhnya tidak jauh dari tingkat keakuratan instrumen dalam mendeteksi paparan Covid19 dalam tubuh seseorang.

Kritik terkait efektivitas penggunaan Rapid Test dan kemudian memunculkan rekomendasi untuk tidak digunakan lagi, biasanya mengabaikan bagaimana sesungguhnya posisi penting pemanfaatan Rapid Test sebagai bagian dari rangkaian pra PCR diagnosis atau pengurangan risiko transmisi (penularan)  Covid19.
 
Hal ini merujuk pada fakta bahwa sesungguhnya Rapid Test itu sejak awal memang bukan dimanfaatkan untuk diagnosa mandiri, tetapi pemanfaatannya bertujuan untuk:
  • Membantu efektivitas penggunaan PCR untuk diagnosis, sehingga PCR diberlakukan hanya kepada hasil reaktif Rapid Test.  Ini mampu memaksimalkan pencapaian jumlah diagnosis di tengah keterbatasan PCR.

  • Mengurangi risiko penyebaran Covid19 untuk kepentingan mendesak seperti perjalanan.  Mengingat yang tidak reaktif belum tentu negatif, maka risiko sisanya dikendalikan dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Fakta selama ini membuktikan, Rapid Test digunakan sebelum menggunakan PCR, dan Rapid Test digunakan untuk syarat perjalanan sebagaimana test suhu tubuh.

Test suhu tubuh,seperti misalnya memanfaatkan Termo Gun sebenarnya juga tidak menjamin orang yang bersuhu tubuh di atas 37 derajat Celcius pasti terinfeksi Covid19 atau orang yang bersuhu tubuh di bawah  37 derajat Celcius terbebas Covid19.

Pemanfaatan Termo Gun atau pengukuran suhu tubuh hanya bertujuan mengurangi risiko sebagaimana penggunaan Rapid Test.

Seandainya pemanfaatan Rapid Test itu untuk tujuan diagnosis, maka untuk syarat perjalanan tidak perlu lagi Terno Gun ketika dinyatakan non reaktif, dan juga tidak perlu diwajibkan mengikuti protokol kesehatan, karena semua penumpang bebas Covid19.
 

Seandainya Rapid Test diagnosis, maka tidak perlu lagi PCR setelah dinyatakan reaktif oleh Rapid Test.  Fakta PCR digunakan setelah Rapid Test membuktikan bahwa Rapid Test bukan dimanfaatkan sbg diagnosis, akan tetapi digunakan untuk memaksimalkan pemanfaatan PCR yang terbatas dan butuh waktu lebih lama, sehingga isolasi pribadi lebih cepat diterapkan pada hasil Rapid Test yang berdampak pada pengurangan risiko penyebaran Covid19.

Secara sederhana, keakuratan Rapid Test 80% artinya mengurangi risiko 80% penyebaran Covid19 ketika menunggu hasil PCR yang butuh waktu lebih lama, keakuratan 50% Rapid Test artinya mengurangi risiko 50% penyebaran Covid19 selama menunggu hasil pemeriksaan  PCR yang membutuhkan waktu lebih lama.