Polling dengan metode online tidak mencerminkan preferensi populasi yang sesungguhnya, artinya tidak mampu menangkap aspirasi pilihan calon pemilih secara nyata di dunia riil (offline).
Hal ini mengingat kaidah yang paling prinsip dan sangat fundamental dalam metode penelitian tidak mampu dipenuhi oleh survei online. Kaidah apakah itu?
Teknik sampling harus menjamin pengambilan SAMPEL SECARA REPRESENTATIF, yakni sampel yang disurvei harus mampu mencerminkan atau mewakili karakteristik, perilaku dan preferensi populasi atau calon pemilih secara keseluruhan.
Agar sampel (sebagian dari populasi/seluruh pemilih) yang ikut disurvei mampu menggambarkan pooulasi atau calon pemilih secara keseluruhan, maka sampel harus dapat dijamin diambil secara:
Hal ini mengingat kaidah yang paling prinsip dan sangat fundamental dalam metode penelitian tidak mampu dipenuhi oleh survei online. Kaidah apakah itu?
Teknik sampling harus menjamin pengambilan SAMPEL SECARA REPRESENTATIF, yakni sampel yang disurvei harus mampu mencerminkan atau mewakili karakteristik, perilaku dan preferensi populasi atau calon pemilih secara keseluruhan.
Agar sampel (sebagian dari populasi/seluruh pemilih) yang ikut disurvei mampu menggambarkan pooulasi atau calon pemilih secara keseluruhan, maka sampel harus dapat dijamin diambil secara:
- Acak (random) untuk memberi kesempatan yang sama bagi setiap anggota populasi (calon pemilih secara keseluruhan) untuk menjadi bagian dari sampel yang disurvei.
Keadaan ini tidak mungkin dicapai melalui survei online, karena proyeksi acak (random) tidak dapat dikendalikan dan tidak dapat dikontrol. Sampel yang berpartisipasi dalam survei online adalah orang-orang tertentu yang memiliki smartphone terkoneksi internet dan aktif di medsos, tingkat partisipasinya pun tidak bisa dipastikan random (acak)
- Selain random (acak), maka sampel yang diambil harus proporsional di setiap wilayah untuk mencerminkan karakteristik masing-masing wilayah secara proporsional, dalam hal ini berbasis propinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan secara berjenjang.
Survei online yang pasti hanya diikuti oleh pemilik smartphone, terkoneksi internet dan aktif di medsos tidak mampu memcerminkan proporsionalitas berdasarkan jumlah penduduk di setiap wilayah secara berjenjang (MULTISTAGE), sehingga sangat sulit memastikan mampu mencerminkan keadaan sesungguhnya dari populasi (calon pemilih secara keseluruhan)
JADI INTINYA, SURVEI ONLINE HANYA HIBURAN, TETAPI TIDAK MEMBERIKAN INFORMASI APAPUN TERKAIT PREFERENSI CALON PEMILIH SECARA KESELURUHAN.