Konteks Data KPK Soal Kebocoran Anggaran Daerah Mencapai 20 Hingga 40 Persen

Capres 02, Prabowo Subiyanto menyebut adanya kebocoran anggaran negara hingga mencapai 25% saat pidato di HUT ke-20 Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) di Hall Sport Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu kemarin (6/2/2019).  Benarkah demikian?

Fakta menunjukkan pernyataan Capres 02 tersebut "terkesan" hanya membaca judul berita media arus utama tanpa membaca konten beritanya, misalnya tajuk berita yang berjudul “Data KPK Ungkap Kebocoran Anggaran di Daerah Capai 40%”. 

Padahal, dalam penjelasan kontennya, dipaparkan bahwa paparan KPK didasarkan asumsi "kasar" pada berbagai kasus yang terungkap di persidangan tipikor yang ditangani KPK, misalnya eKTP dengan markup mencapai 50%.  Apabila mencermati data riil penanganan korupsi sepanjang tahun 2015 hingga 2018 maka diketahui bahwa:

Pada tahun 2015 KPK melakukan OTT sebanyak 5 kali, tahun 2016 sebanyak 17 kali, pada tahun 2017 sebanyak 19 kali dan pada tahun 2018 sebanyak 29 kali atau secara total OTT selama 4 tahun terakhir mencapai 70 kasus korupsi dari seluruh daerah di Indonesia (415 kabupaten, 1 kabupaten administrasi, 93 kota, dan 5 kota administrasi).

Berdasarkan aspek jenis perkaranya pun, tidak semua perkara korupsi yang ditangani KPK merupakan tindak pidana yang masuk dalam kategori penyelewenangan keuangan negara yang mengakibatkan kebocoran anggaran. 

Bahkan sepanjang tahun 2015 hingga 2018, tindak pidana korupsi justru sangat didominasi oleh kasus penyuapan . Tahun 2015 (67%), 2016 (80%), 2017 (77%) dan 2018 (84%), bukan kasus pengadaan barang dan jasa misalnya, yang lebih berpotensi menggerus atau mengakibatkan terjadinya kebocoran anggaran negara.


Menurut data release tahunan ICW, diketahui bahwa total kerugian negara akibat tindak pidana korupsi sepanjang tahun 2015 sebesar 31,077 Triliun, Negara rugi Rp 3 Triliun dari kasus korupsi sepanjang 2016, kerugian negara sepanjang tahun 2017 mencapai 6,5 triliun sedangkan sepanjang tahun 2018, total kerugian negara mencapai Rp 5,6 triliun atau rata-rata kerugian negara per tahun sepanjang 2015 hingga 2018 mencapai  11,54 Triliun.

Fakta dan data ini tentu saja sangat jauh dari apa yang disampaikan oleh Capres 02, Prabowo Subiyanto yang menyatakan kerugian negara akibat korupsi per tahun mencapai 25% atau dengan asumsi Anggaran 2.000 triliun maka kebocoran per tahun mencapai 500 Triliun, sebuah angka yang terlalu dibesar-besarkan sebagai akibat dari kekuranghati-hatian memahami data.

Padahal faktanya berdasarkan release ICW rata-rata kerugian negara atau bahasa pak Prabowo kebocoran anggaran per tahun mencapai sekitar 11 Triliun, bahkan terus menurun hingga 2018 hanya mencapai 5,6 Triliun dari seluruh daerah di Indonesia.