Dilansir thetwindoctors.com, dokter Idries Abdurrahman menceritakan pengalaman spiritualnya beribdah haji. Beliau merupakan seorang dokter ahli Spesialis Obstetri dan Ginekologi (SpOG) bersertifikat.
Beliau membuka praktek bersama saudara kembarnya yang juga seorang dokter, dokter Jamil Abdurrahman namanya, yang merupakan seorang dokter spesialis Obstetri/Ginekologi bersertifikat di Northwest Suburbs of Chicago.
Beliau bersama Istri memulai perjalanan haji dengan berangkat dari Chicago Amerika Serikat pada hari Jumat, tanggal 2 September 2016 lalu. Beliau sengaja mengambil empat penerbangan untuk sampai ke tujuan kota Madinah di Arab Saudi.
Baca juga: Arab Saudi Resmi Akan Buka Umrah Mulai Oktober
Dokter Idries Abdurrahman memilih terbang bersama United Airlines dari Chicago O'Hare, sebuah bandara dekat rumah menju ke Newark dan dari Newark ke Zurich, Swiss.
Berangkat dari Zurich, kemudian terbang ke Swiss kemudian ke Dubai, menikmati singgah semalam yang menyenangkan dan akhirnya terbang dengan Saudia Airlines dari Dubai ke Medinah.
Beliau tahu betul bahwa Haji adalah perjalanan wajib bagi setiap Muslim yang mampu secara fisik dan finansial setidaknya sekali dalam hidupnya.
Namun pada awalnya, beliau mengakui harus benar-benar menyampaikan kejujuran, bahwa meskipun haji sepengetahuannya adalah sesuatu yang wajib dilakukan, tetapi itu tidak pernah menjadi sesuatu yang benar-benar diinginkannya.
Beliau menyadari bahwa selama ini manusia menghabiskan sebagian besar waktu dan hidupnya hanya untuk mencoba mengendalikan takdir dari hal-hal besar seperti pendidikan dan pilihan karier hingga hal-hal kecil seperti rute yang diambil untuk bekerja.
Namun selama menjalankan ibadah haji, beliau merasakan dalam kondisi yang diharuskan melepaskan semua kendali (ikhlas) dan selama lima hari merasakan menyatu dengan Tuhan (berserah diri sepenuhnya), hal yang cukup paradoks karena beliau dikelilingi oleh jutaan orang.
Baca juga: Dzikir: Amalan Mempercepat Do'a Terkabul
Selama lima hari beliau merasa hanyalah titik kecil dalam lautan umat manusia yang berkumpul pada satu titik dari setiap penjuru dunia, dengan tujuan tunggal bersama untuk menyembah Tuhan dan peningkatan diri.
Untuk periode waktu yang terbatas itu, beliau merasa sama sekali tidak memiliki kendali atas lingkungan, tidak memiliki kendali atas aktivitas dan tidak memiliki kendali atas nasib beliau.
Meskipun hal ini mungkin terdengar sangat tidak menarik bagi kebanyakan orang, akan tetapi keadaan ini dengan cepat tidak hanya menjadi baik-baik saja tetapi juga diterima, Beliau benar-benar belajar apa artinya melepaskan (ikhlas) dan membiarkan kepada Tuhan (berserah diri seutuhnya).
Sepanjang tahun-tahun sebelumnya ketika beliau membuat alasan demi alasan untuk menghindari haji, kenyataannya itulah yang membuat beliau menyadari bahwa itu bukan waktu beliau.
Melalui perjalanan haji, beliau menyadari bahwa tidak akan pernah siap untuk haji sampai haji siap untuk beliau. Haji adalah perjalanan transformatif yang sangat pribadi dan memiliki arti yang berbeda bagi orang yang berbeda.
Tuhan tahu kapan hati dan jiwa yang paling membutuhkan transformasi ini, dan bagi beliau waktu itu adalah ketika beliau memantapkan diri berhaji. Itu adalah waktu untuk perjalanan pribadi demi pengampunan, penebusan dan kelahiran kembali; beliau merasa itulah waktu beliau untuk berhaji.